Saturday, September 5, 2015

Cerpen tanpa Judul

'Ka, jalan yuk. Nonton konser, bawa bonbon skalian. Biar aman + gratis. Hahahaha'

"Dasar Modus!" Cibirku setelah membaca sms Ica.

Dan malam ini, setelah siang tadi dengan segenap pemaksaan dari Ica dan Bonbonku, untuk kelima kalinya aku berfoya - foya dalam awal tahun ini. Februari masih awal tahun kan?

Hari ini, tanggal 14 Februari akan menjadi tanggal yang aku tandai. Kenapa orang - orang ini suka sekali berfoya - foya? Bukankah lebih enak kalau tiduran dirumah menonton film atau membaca novel - novel romantis dan fantasi? Lalu tiba - tiba dibenakku terlintas bayangan mustahil bonbonku duduk diam sambil memegang novel. Hahahaha. Impossible!

Oh ya, kenalkan aku Inka. Banyak orang bilang termasuk Ica, aku adalah orang yang amat sangat membosankan. Yah, setidaknya dalam hal gadis - gadis masa kini aku termasuk orang yang membosankan. Aku tak akan pernah mengeluarkan kakiku dari rumah jika tidak ada urusan penting dan juga kalau bonbon kesayanganku tidak memaksa. Ah ya, Bonbon adalah kekasihku. Nama aslinya Bony. Tetapi dia menyuruhku dan teman - temanku memanggilnya Bonbon. Dia sangat hiperaktif. Tak bisa diam, terkadang cerewet dan manja. Ica bilang, dia kaya raya, keren, tampan tapi sayang kekanak - kanakan.

Aku cuma bisa tersenyum. Aku tak pernah memberi tahu Ica bahwa aku menyukai pria manja dan kekanakan. Menurutku mereka lucu.

"Assalamu'alaikum." Aku mendengar suara bonbon di pintu rumah. Walaupun dia kekanakan, tapi dia tahu tempat. Dia selalu sopan terhadap orang yg lebih tua darinya. Itulah sisi tambah yang aku berikan padanya. Bonbonku.

"Wa'alaikumsalam. Oh nak Bondi. Masuk - masuk, sebentar, Inkanya masih di kamar."

Aku nyengir lebar sembari mengambil tas. Sudah dua tahun lebih Bony menjadi kekasihku, dan seringkali dia datang kemari seperti rumah sendiri. Tapi kebiasaan ibuku memanggilnya Bondi tak juga hilang. Ketika aku bertanya apakah dia tidak keberatan dengan panggilan ibuku, bonbon menjawab tidak. Dia berkata, apapun panggilan dari ibuku, dia merasa seperti dipanggil ibunya sendiri. Ibu bonbon meninggalkan bonbon dan ayahnya lebih dulu. Jauh ketika bonbon masih duduk dibangku sekolah dasar. Dia hanya seorang diri bersama ayahnya sekarang. Ayahnya yang gila kerja.

Aku keluar kamar sebelum ibuku datang memanggilku. Aku mengenakan dress berwarna biru muda selutut. Menutupi lenganku dengan cardigan warna senada. Pada dasarnya aku tak menyukai heel, kebanyakan sepatuku berjenis flat dan kets. Kali ini aku menambahkan sepatu flat dan tas yang seperti biasa, berisi novel, handphone dan dompet.

Aku melangkahkan kakiku menuju ruang tamu, berpapasan dengan ibuku. Ibuku mengernyit ketika merasakan aroma parfumku. Dan aku nyengir sekali lagi. Ibuku berlalu tanpa sepatah katapun.

"Ya ampun cantik sekali istriku." Puji bonbon ketika aku menghampirinya. Aku tersenyum namun kemudian mataku menyipit curiga.

"Apa?" Katanya manja sembari membenarkan kaus bagian leher belakang.

Aku mendekatinya. "Putar ke belakang!" Titahku galak.

"Gamau sayang...." Katanya manja.

"Putar!" Aku membalikkan badannya paksa. Dan mengeluarkan rambut ekor udang dibelakang lehernya. Ini lumayan panjang bagaimana dia bisa menyembunyikannya dibelakangku selama ini?

"Potong!" Perintahku langsung.

Dia berbalik seketika dan menatap mataku memohon.

"Ya ampun sayang ini panjangnya ngga sampai semeter kok. Ini kan keren. Jangan yah?" Pintanya sedih.

"Potong." Ulangku.

"Plisss..." dia memohon. Gemas sekali melihat ekspresinya.

Aku memelotot galak.

"Yaudah, ngga papa dipotong tapi-"

"Apa?" Sahutku.

"Peluk..." jawabnya manja dengan ekspresi sedih. Ingin sekali aku mencubit pipinya tapi aku ingat aku harus galak.

Aku memutar mataku dan mengambil gunting. Bonbon menatapku sedih. Hahaha, untuk rambut ekor udang sepanjang itu pasti lama memanjangkannya. Siapa suruh. Seperti lelaki ugal - ugalan saja.

Aku memotong rambut ekor udangnya dan merapikan rambut belakangnya sedikit.

"Nah seperti ini kan lebih tampan." Pujiku sembari membalikkan badannya. Dan tanpa aku duga bonbon justru tersenyum lebar dengan ekspresi jahil.

Dasar. Batinku.

Baru saja dia ingin mengalungkan lengannya di bahuku, ibuku datang sembari membawakan minum. Ia menurunkan lengannya dengan ekspresi yang amat sangat sedih. Hahahaha.

"Mah, aku mau keluar sama bonbon, gapapa kan?" Aku meminta izin.

"Pulangnya jangan larut malam. Sama siapa saja?" Tanya mamaku.

"Sama Ica, Liza, sama Dea." Jawabku.

"Oh, yaudah, buruan gih. Ingat jangan larut malam. Titip Inka ya Nak Bondi." Pesan ibuku.

Ada juga bonbon dititipin ke aku. Batinku.

"Iya bu." Bonbon berjabat tangan dengan ibuku dan mengecup tangannya. Aku mencium kedua pipi mamaku.

Alasan pertama Ica senang sekali mengajak bonbon adalah karena dia kaya dan baik hati alias mudah ditebengin. Dan kedua karena dia senang mentraktir semua teman - temannya. Apalagi denganku, bahkan jika dunia bisa dibeli, bonbon pasti akan membelikannya untukku.

Aku dan bonbon bermobil menuju rumah Ica. Disana sudah ada Liza dan Dea.

"Cantik sekali tumben hari ini Ka. Ada perubahan nih." Puji Liza saat aku tiba di ruang tamu rumah Ica. Aku cuma tersenyum.

Ica datang bersamaan dengan bonbon yang berlari - lari kecil. Dia baru saja memutar balik arah mobilnya.

Aku, Liza dan Dea berdiri bersamaan. Dan sekali lagi tanpa aku duga, bonbon mendekatiku dan memelukku erat dari belakang. Dia meletakkan dagunya di bahuku hingga pipi kami bersentuhan.

Ketiga sahabatku memutar bola mata mereka jengah.

Aku nyengir. "Aku berhutang pelukan ke dia." Kataku memberi penjelasan.

"Yatapi engga di tempat umum juga kali, kasian kita kek yang masih pada jomblo gini." Cerocos Ica. Memang sahabatku yang satu ini yang paling cerewet dan paling berbicara apa adanya.

"Hmm..... wangi...." bonbon mengabaikan kata - kata Ica.

"Bon lepasin gih, ayo berangkat. Kamu ini kaya anak kecil aja pake peluk - peluk didepan kita lagi." Ica menegur.

"Gamau!" Bony memejamkan matanya dan tersenyum dibahuku. Dia mengeratkan pelukannya. Astaga priaku ini.

"Yaudah yuk, duluan aja. Dasar emang kutu kupret. Yang satu kutu buku yang satunya kupret." Balas Liza. Aku nyengir. Mereka bertiga berjalan keluar rumah.

"Sayang lepasin gih." Kataku pelan sambil membelai punggung tangannya.

Senyumnya memudar berganti sedih.

"Tapi nanti lagi ya? Pelukan? Yah?" Pinta bonbon manja.

Dasar. Batinku geli.

Aku merenggangkan pelukannya dan berbalik menatap matanya. Tampan sekali lelaki ini.

"Iya... nanti." Jawabku lembut kemudian tersenyum.

Bonbon tersenyum lebar dan menggandeng tanganku erat. Dia berjalan riang keluar rumah Ica.

***

"Ya ampun sayang! Jangan itu lagi deh. Plisss... Fikiranku bisa kacau kalau aku melihat benda itu. Nanti kalau aku ngga bisa mengemudi gimana? Masukin lagi aja masukin. Lagian kita kan akan nonton konser, masa bawa gituan!"

[Tbc]

Ini cerpen cuma dua part :D cerpen bersambung. Untuk part selanjutnya silakan cek di sini »

http://w.tt/1IQ5XlM

Sudah selesai. Sudah The End :D Monggo monggo ;)

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Post a Comment

You can drop any comments you want.